![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmkdvvGlK7AwI2H3QlZrV-C3TJh_PHJHREdgXKKqF3u6z_MCAvxm_XctICcqUFEvlXBmkugzhzp4WrTHPLo3h_RDNGZFb64SUzSL6apyWzU4FZSNtAfmwthI4i6VQ0vXVjO0Ol9IxOsQu3/s1600/10495324_715258965177688_3003651123877036205_o.jpg)
ADA hal yang sangat kontradiktif jika kita amati kualitas pemuda dan sistem pendidikan kita dalam beberapa waktu terakhir. Kriminalitas dan kenakalan remaja khususnya pelajar SMA sederajat meningkat tajam. Mulai dari tawuran, pemakaian narkoba, minuman keras, seks bebas bahkan kriminalitas. Di sisi lain, pelajar kita dan pemuda pada umumnya sangat “dimanjakan” oleh sejumlah kemudahan dan fasilitas penunjang. Teknologi informasi berbentuk telepon seluler dan internet seharusnya menjadi media pembelajaran tanpa batas. Beragam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan les mandiri di rumah juga sangat lengkap, variatif dan berorientasi pada kompetensi persaingan global. Seperti penguasaan terhadap sejumlah bahasa asing dan pengaktualisasian bakat emas terutama di bidang, sains, seni dan ekonomi kreatif.