“
Merdeka”,inilah jargon milik bangsa Indonesia yang kabarnya Oto Iskandar
dinantalah orang pertama yang mengumandangkan yel-yel yang unik ini. “ Merdeka”
sungguh sebuah kata yang sarat makna. Makna yang pertama : kita sudah terbebas
dari belenggu penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun.
Kedua,lambang kebanggaan karena kemerdekaan
kita bahkan bukan hadiah belas kasihan dari penjajah, tetapi anugrah dari Gusti
nu Mahasuci sebagai buah dari jerih payah, keuletan,perjuangan, dan pengorbanan
dari seluruh elemen bangsa. Makna ketiga, kemerdekaan kita bukan didapat
tiba-tiba,tetapi buah dari tahapan tahapan yang penuh perhitungan,
sistematis,dan rasional. Dimulai dari kebangkitan Nasional ( National Building)
20 Mei 1908,Sumpah Pemuda (Character Building) 28 Oktober 1928, Proklamasi
Kemerdekaan (State Building) 17 Agustus 1945.
Makna keempat, dengan kemerdekaan, kita dituntut untuk siap memenuhi amanah dan
perintah yang tertegra di dalam mukadimah UUD’45,amanah yang secara gambling
juga merupakan peri tah dari para pendiri Negara kita. Wajib hukumnya untuk
dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab oleh kita semua, sesuai
dengan fungsi dan tugas kita masing-masing. Untuk sekedar menyegarkan kembali
ingatan kita akan amanah tersebut, saya tulis secara singkat : lindugi
bangsamu,sejahteraka bangsamu, cerdaskan bangsamu, pelihara perdamaian dunia.
Ingat,Negara Indonesia yang didirikan oleh para pendirinya,adalah Negara
Pancasila,bukan Negara komunis, bukan pula sebuah agama, tetapi negara yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yakni negara yang menghormati dan
menghargai segala agama.
Pada saat negara kita diploklamirkan,bahanbaku yang ada pada saat itu adalah
ratusa bahasa daerah, budaya, adat istiadat, filosofi lokal, berbagai agama,dan
kepercayaan,serta berbagai ras. Suka atau tidak suka,setuju atau tidak setuju,
itulah faktanya,harus kita terima dengan lapang dada.Dengan bahan baku seperti
itu, bagaimana kita megatur jurus pertama,kita perlu menyamakan dulu persepsi
kita dalam memaknai arti persatuan. Menurut saya, persatuan mengandung arti
bersama-sama, tetapi tidak harus sama. Pluralitas harus kita junjung tinggi.
Bila kita analogikan,tidak ada bedanya dengan sebuah taman bunga,yang berisikan
beribu macam jenis bunga : mawar,melati, gladiol, anggrek,dahlia, hebras, dan
beraneka bunga lainnya. Semuanya punya identitas sendiri, punya keindahan
sendiri yang membedakanya dari suku bangsa yang lain. Sunda ada sunda, Jawa
adalah jawa,Bali adalah bali,Dayak adalah dayak,dan sebagainya.Itulah
kebhinekaan.
Jurus kedua,kita juga perlu menyamakan persepsi dalam memaknai arti kesatuan,
ratusan suku bangsa,ratusan budaya,ratusan filosofi lokal, dan sebagainya,
tidak ada tawar menawar,tidak ada kompromi. Hanya boleh ada satu filosofi
negara yaitu Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.Bila
kita berbicara tentang kesatuan maka walaupun ada ratusan panji daerah,tetapi
hanya boleh ada satu panji Negara yaitu Merah Putih.Bila kita berbicara tentang
kesatuan,walaupun ada ratusan bahasa daerah,tetapi hanya boleh ada atu bahasa
Negara, yaitu bahasa Indonesia. Bila kita berbicara tentang kesatuan, walaupun
ada jutaan lagu daerah,tetapi hanya boleh ada satu lagu kebangsaan yaitu
“Indonesia Raya”. Jurus ketiga, melangkah secara konret untuk mewujudkan persatuan.
Persatuan tidak akan terwujud tanpa langkah nyata dari setiap elemen bangsa.
Kebhinekaan baru bisa terlihat bila setiap suku bangsa berusaha untuk
mewujudkan eksistensinya,baik secara individual maupun secara
berkelompok.Misalnya, saya selaku etnis Sunda mempunyai kewajiban untuk
memelihara identitas Sunda dalam arti luas filosofinya, seninya,
bahasanya,busannya,makanannya,tata kramanya,dan cirri-ciri Sundanya. Saya akan
sangat bangga bila orang langsung tahu dari gerak-gerik dan gaya saya bahwa saya
orang Sunda.Setiap keluarga Sunda berkewajiban untuk memelihara identitas sunda
supaya tidak hilang dati taman bung nusantara. Demikian juga suu bangsa lainya,
mereka wajib memelihara identitas masing-masing supaya tidak terjadi ungkapan
kalimat yang berbunyi,” hilang budayanya hilang bangsanya”.Khusus di tatar
sunda untuk memelihara identitas kesundaan secara berkelompok ada Paguyuban
Pasudan,Pasundan Istri, Daya Mahasiswa Sunda, Nonoman Sunda, dan masih banyak
yang lainnya,bukan untuk memisahkan diri dari NKRI, tetapi justru untuk
memelihara persatuan, kebhinekaan, dan Sunda bagian integral dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Jurus keempat, menghormati dan menghargai keberadaan suku bangsa lain, ras
lain, agama lain, termasuk menghargai budayanya, filosofinya, ada
istiadatnya,agar terwujud taman bunga nusantara yang indah, yang kita pelihara
bersama-sama. Inilah salah satu agenda dari geraka pembagunan dalam era otonomi
daerah.
Jurus kelima, mewujudkan kesatuan. Kalau jurus ketiga adalah untuk mewujudkan
kebhinekaan, jurus kelima ini adalah untuk mewujudkan ketunggalikaan,
nasionalisme berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini, tanggungjawab utama ada
pada pemerintah pusat, melalui system pendidik nasional. Bila pernah terjadi
ada pelajar yang membakar bendera Merah Putih jangan serta merta menyalahkan
anak itu, tetapi pasti sesuatu yang salah (Something Wrong) dalam system
pendidikan kita. Bila anak usia dini (Golden Age) sudah ditanamkan rasa hormat
dan bangga terhadap bendera sendiri, terhadap lagu kebangsaan sendiri, saya
yakin hal itu tidak akan tertjadi.Dalam hal ini adala salahnya kita menoleh
kepada bangsa lain yang secara sungguh-sungguh menanamkan nation and character
building sampai kepada ungkapan ekstrem,” right or wrong is my country”, agar jangan
sampai terjadi bendera merah putih yang dikibarkan melalui darah dan nyawa
diinjak-injak oleh bangsa kita sendiri.
Jurus keenam, memaknai dan menyambut globalisasi dari sisi kepentingan bangsa
kita. Bila selama ini globalisasi banyak diartikan seperti glombang dari
luar-dalam negeri kita,mengapa tidak kita balik? Artinya, tidak semata-mata
pengaruh dari luar yang masuk kepada kita,tetapi justru hal-hal yang baik dari
kita, kita globalnya darti lokal menjadi universal. Kita memiliki filosofi “
silih asih, silih asah, silih asuh”, hade ku omong goreng ku omong”, strategi
komunikasi yang jitu warisan dari leluhur kita. Kita punya tarian yang indah
dari seluruh nusantara,kita punya angklung,kita punya beragam makanan
tradisional, mengapa tidak kita globalkan.Globalisasi kita jadikan sarana untuk
memenuhi salah satu amanah dalam pembukaan UUD kita yaitu memelihara perdamian
dunia. Singkat kata dengan modal kemerdekaan yang wujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa dengan memerankan diri kita sampai kepada masyarakat yang gemah
ripah repeh rapih.
*Ny.Hj. Popong Otje Djundjunan
Penulis adalah Tokoh Pembaharuan Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar