Pidato Soekarno Tentang Pramuka
Pidato PJM Presiden pada hari Kamis,
tanggal 9 Maret 1961, jam 20.00 yang disampaikan kepada Para Pemimpin Pandu
yang mewakili Organisasi-organisasi Kepanduan yang terdapat di
Indonesia. Disadur oleh Rochman dari buku Pedoman Pramuka terbitan
Percetakan Negara RI Jkt.154/B-’63.
(Teks disesuaikan dengan EYD)
[Catatan: mohon maaf jika ada kekeliruan
pengetikan].
Saudara-saudara sekalian,
Ada suatu hal yang amat
penting, yang hendak saya beritahukan kepada Saudara-saudara sekalian sebagai
berikut :
Saudara-saudara sekalian
mengetahui, bahwa kita sekarang ini sedang di dalam satu revolusi yang maha
hebat. Malah satu revolusi yang sebagai saya katakan di dalam salah satu
pidato, lebih besari daripada revolusi – lain-lain Bangsa; lebih besar daripada
revolusi Amreika abad ke-18; lebih bersari daripada revolusi Perancis – akhir
abad ke-18; lebih besar daripada revolusi Sovyet, ialah oleh karena revolusi
kita ini satu revolusi yang kataku tempo hari ber-pancamuka, ya, revolusi
Nasional, ya, revolusi politik, ya, revolusi sosial, ya, revolusi kebudayaan
kultureel, ya, revolusi membangun manusia Indonesia baru; sedangkan
revolusi-revolusi yang lain itu adalah revolusi-revolusi yang eka-muak,
paling-paling revolusi dwi-muka.
Tetapi kita punya
revolusi adalah satu revolusi panca-muka, malahan jika memakai bahasa asing,
saya katakan bahwa revolusi kita itu adalah satu “summing up of many revolution
in one generation”.
Hal ini Saudara-saudara,
harus saudara mengerti, bahwa revolusi kita revolusi panca-muka itu bukan
revolusi bikinan seseorang pemimpin. Bukan bikinan saya, bukan bikinan Pandu
Agung Sri Sultan, bukan bikinan seseorang pemimpin, tetapi adalah satu revolusi
didasarkan tindakan daripada masyarakat sendiri. Ya, revolusi itu tidak bisa
dibendung, sebaliknya revolusi kita ini – revolusi kita ini revolusi bikinan
masyarakat, lahir dari kandungan masyarakat, oleh karena itulah, maka di dalam
revolusi kia ini, laksana terhimpunlah segala gelora kehendak-kehendak ”adreng”
kata orang jawa daripada rakyat masyarakat itu.
Maka oleh karena itu,
maka revolusi kita sekarang ini, saya namakan pula untuk memberikan
karakteristik kepadanya “satu revolution of rising demands”. Nah, anak
kelihatan sedikit mikir. Apa itu rising demands. Reolus kit aitu adalah satu
revolusi yang tumbuh dari masyarakat, yang adalah peng-utara-an daripada
segenap keadregan masyarakat itu, amka revolusi kita itu boleh dikatakan makin
lam amakin berkobar, mulai dengan api kecil, makin lama makin besar, makin lama
makin besar, makin lama makin besar. Adrengnya masyarakt inilah juga makin lama
makin besar. Revolusi sebagai peng-utara-an daripada kehendak keinginan rakyat
ini, revolusi kita itu menjadi satu revolusi “revolution of rising demands”,
rising itu artinya : tambah – tambah – tambah – tambah – tambah. Demands
berarti : tuntutan, jadi bukan sekedar minta. Tuntutan.
Rakyat makin lama makin
tambah tuntutannya. Dulu rakyat misalnya sekedar menghendaki agar supaya bisa
makan nasi 2 kali sehari, sekarang tidak. Tuntutan itu sudah berobah 3 kali
sehari. Dahulu rakyat sudah senang, kalau anaknya bersekolah rakyat. Tidak
sekarang ini. Rakyat mengehendaki supaya anak-anaknya maksuk ke
Perguruan-perguruan Tinggi. Dahulu rakyat sudah senang dikalau di dalam
tiap-tiap rumah sudah ada lampu cempor – tidak gelap, tetapi sudah ada lampu
cempor. Tidak, sekarang ini rakyat menuntut di tiap-tiap rumah hendaknya
diadakan lampu listrik. Oleh karena itulah oleh karena revolusi kita ini
Saudara-saudara akhirnya menjadi satu revolusi pembangunan yang
sehebat-hebatnya.
Satu revolusi, yang
kataku – mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Segenap hal yang olehnya rakyat
deritakan berpuluh-puluh tahun, sekarang ini numpuk di dalam “demand”nya
revolusi itu. Oleh karena itu maka revolusi kita sekarang ini katakau adalah
satu revolusi pengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Nah, apa Amanat Penderitaan
Rakyat?
Sudah sering
Saudara-saudara mendengar.
Pertama : Rakyat
menghendaki kita hidup merdeka sebagai satu bangsa yang bernegara
Republik Indonesia, berwilayah kekuasaan antara Sabang dan Merauku;
Kedua : Rakyat
menghendaki agar supaya rakyat itu hidup dalam masyarakat yang adil dan makmur,
tanpa penindasan dan penghisapan, tanpa – demikian kataku memakai bahasa
Perancis : “Exploitation de l’homme par l’homme”.
Ini Amanat Penderitaaan
Rakyat itu, menjadi amanat, bukan saja kepada Pemimpin-pemimpin, tetapi seluruh
genarasi yang hidup sekarang, diamanatkan oleh rakyat, baik yang masih hidup,
maupun yang sudah wafat, agar supaya generasi yang sekarang ini,
menyelenggarakan apa yang dideritakan oleh rakyat berpuluh-puluh tahun itu.
Amanat Penderiataan Rakyat ini dalam waktu-waktu yang terakhir ini digoreskan
dengan jelas dalam apa yang dinamakan MANIPOL dan USDEK. Manipol yaitu Pidato
Presiden tanggal 17 Agustus lebih 2 tahun yang lalau. USDEK ialaha pemerasan
daripada Manipol itu. Undang-undang Dsar ’45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian Indonesia sendiri.
Hal itu sudah jelas bagi
Saudara-saudara sekalian.
Amanat Penderitaan Rakyat
yang digoreskan secara bisa dilihat, bisa dibaca, bisa dimengertikan dalam
MANIPOL dan USDEK itu harus diselenggarakan. Maka oleh karena itu, tempo hari,
Negara membentuk Dewan Perancang nasional, DEPERNAS dan Dewan Perancang
Nasional ini telah menyusun satu pola pembangunan Nasional Semesta – yang
terkenal sebagai Pola Pembangunan Tahapan Pertama 8 tahun.
Untuk menyelenggarakan
pola ini segenap apa yang dicita-citakan oleh Rakyat, segenap apa yang yang
dideritakan oleh rakyat itu, bisa terselenggara. Kita sekarang ini datang pada
saat menyelenggarakan pola pembangunan itu. Kita sekarang ini sudah sampai pada
saat apa yang menjadi pokok daripada Amanat Penderitaaan Rakyat.
Politik harus
diselenggarkaan, yaitu memperlengkapi Negara kita agar supaya Negara kita ini
sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh rakyat dalam penderitaannya, menjadi
satu negara yang betul-betul berwilayah kekuasaan antara Sabang dan Merauke,
dengan memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayan kekuasaan Republik.
Ini adalah amanat yang
kita pikul semuanya. Kita menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur yang
tahapan pertama daripada penyelenggaraan ini tergores dengan jelas di dalam
pola yang dibuat oleh DEPERNAS, yang garis besarnya kemudian diterima baik oleh
MPRS dalam ketetapannya aksara ke-2 Romawi. Dus kita ini menghadapi
penyelenggaraan dan penyelenggaraan itu, pimpinan pucuknya oleh lembaga yang
tertinggi daripada Tanah air, daripada rakyat kita ini “saya”. Sayalah oleh
MPRS diserahi menyelenggarakan hal ini. Sayalah dijadikan mandaris daripada
MPRS, Majelis Permusyawaratan Sementara itu. Tetapi saja sekedar diberi, ya,
menjadi pucuk pimpinan daripada penyelenggaraan ini. Sebagai tadi kukatakan,
penyelenggaraannya ialah oleh seluruh rakyat Indonesia. Sebagai tadi saya
katakan Amanat Penderitaan Rakyat itu diemban, bukan saja oleh sayua sebagai
mandaris, bukan saja oleh Pandu Agung Sri Sultan Hamengku Buwono, bukan saja
oleh Menteri PP dan K, Dr. Prijono, bukan saja oleh Menteri Transkopemada
Achmadi, tetapi kita sekalian. Ya saja, ya Sri Sultan, ya Pak Prijono, ya Pak
Achmadi, ya saudara, ya saudara, ya saudara, ya saudara, - kita semuanya. Di
sini dalam hal penyelenggaraan ini, politik, apalagi sosial ekonomis, kewajiban
daripada Pemuda adalah besar seklai. Saudara-saudara sebagai Pandu bergerak di
lingkungan Pemuda-pemuda dan saya menghendaki, agar supaya Pemuda-pemuda ini
semuanya menjadi penyelenggara daripada Amanat Penderitaan Rakyat. Supaya
Pemuda-pemuda ini benar-benar menjadi nanti Warga Negara Republik Indonesia
yang tiap-tiap Warga Negara adalah penyelenggara daripada Amanat Penderitaan
Rakyat.
Pendidikan pada Pemuda
dan Pemudi biasanya terletak dalam 3 bidang. Bidang kekeluargaan di situlah
sang anak dididik, sehingga – menjadi manusia yang sejati. Dalam pegnertian
kita ialah bukan sekedar manusia yang sejati, tetapi juga Warga Negara yang
sebaik-baiknya.
Di bidang Sekolahan
anak-anak dididik di dalam sekolahan-sekolahan itu.
Ada bidang yang ke-3.
Bidang ke-3 ini ialah apa yang lazim dinamakan KEPANDUAN.
Di bidang keluarga Negara
memberi didikan sedapat mungkin juga kepada oang-orang tuanya sehingga seluruh
rakyat Indonesia itu berjiwakan MANIPOL dan USDEK, sehingga orang-orang tua ini
memberi didikan kepada anak-anaknya juga menjadi orang-orang yang jiwanya
manipol usdek – Pancsaila dan lain-lain sebagainya.
Di bidang sekolahan
demikian pula dengan gembira tetapi belum puas boleh kita konstateer bahwa
sekarang ini sudah banyak sekali putera-putera dan puteri-puteri Indonesia
duduk di bangku sekolahan. Misalnya yang mengenai sekolah rakyat. Dahulu dalam
jaman Belanda hanya tiga perempat juta murid-murid sekolah rakyat di seluruh
Indonesia, seluruh Nederlandsch Indie. Sekarang ini jumlah murid-murid sekolah
rakyat saja, Negerinya – Sekolah Rakyat Negeri opmerking Pak Prijono Menteri PP
dan K, sudah hampir mencapai 9 juta. Negeri, sekolah rakyat negeri. Kalau
ditambah dengan sekolah rakyat swasta, menjadi hampir 16 juta. Belum
jumlah murid-murid sekolah lanjutan, belum mahasiswa-mahasiswi. Pendek di dalam
perbidangan pendidikan anak-anak kia dalam sekolah-sekolah kita sudah boleh
mengatakan bahwa kita ini telah mencapai hasil yang lumayan, belum memuaskan,
tetapi sudah lumayan.
Tetapi dalam perbidangan
kepanduan, coba lihat, bukan saja rakyat Indonesia yang 92 juta jumlahnya itu,
berapa anak-anak yang sebenarnya harus menjadi pandu. Ambil dari umur 6 tahun
sampai umur 22 lah. Kalau kita hitung jumlah kepala anak-anak kita laki dan
perempuan antara 6 tahun dan 22 tahun, sedikitnya adalah 20 juta. Tapi daripada
20 juta ini, berapa yang menjadi pandu?
Lima belas tahun sesudah
kita mengadakan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, berapa
jumlah pandu kita? Ya pandu yang di Kotoraja, ya di Medan, ya di
Pematangsiantar, ya di Padang, ya di Palembang, terus seluruh, seluruh
Indonesia sampai ke Tual, dekat Irian Barat. Berapa jumlah Pandu kita? Kalau
Saudara-saudara belum mengetahui, hitung punya hitung, jumlah punya jumlah,
gunggung punya gunggung, tidak melebihi setengah juta. Padahal sebetulnay
Pandu-fehig yaitu yang musti menjadi Pandu, kataku tadi sedikitnya 20 juta.
Kalau Saudara-saudara
ingin mendapat angka yang exact 23 koma sekian juta. Yang menjadi Pandu hanya
setengah juta, belum sampai juga. Lha ini ada sebabnya. Apa ini sebabnya ini?
“There ini must be something wrong” di dalam kepanduan Indonesia. Lima belas
tahun kita bekerja, lima belas tahun kita membangun perumahan kepanduan ini
itu, ini itu, hasilnya cuma setengah juta, itupun belum sampai, hampir-hampir
setengah juta. There is smoething wrong di dalam kepanduan Indonesia ini? Dan
setengah juta itu termasuk di dalam organisasi kepanduan berapa?
Huh, huh huh huh huh huh.
Saya kira Pandu Agung kita tidak akan salah kalau saya berkata: hampir 60 buah,
ya pandu ini, ya pandu itu, 60 buah organisasi pandu, dengan jumlah zegge en
schrijve tidak lebih dari setangah juta. Nah ......... there is something
wrong. Pokoknya daripada ke”wrong”an salahnya itu ialah “Kepanduan kita
sekarang ini tidak sesuai dengan “keadrengan” yakt ini tadi. Rakyat menghendaki
agar supaya manat penderitaan rakyat diselenggarakan baik politis maupun sosial
ekonomi. Hee ...................... Kepanduan kita yang 50, 60 jumlah
organisasi itu sama seklai tidak ada resonansi kepada hal-hal yang
dicita-citakan, yang dibutuhkan oleh rakyat ini. Rakyat menghendaki kita
industrialisasi misalnya, mana organisasi kepanduan kia yang bisa kita anggap
lha ini nanti yang menjadi kader industrialisasi. Rakyat menghendaki kita makan
3 kali nasi satu hari dus produksi bras harus sekian.
Mana Pandu kita yang tahu
hal pertanian beras, padi, jagung. Rakyat menhendaki supaya kita ini
betul-betul hidup nanti di dalam satu masyarakt yang merdeka, tanpa
“explitation de l’homme par l’homme”, satu masyarkat yang adil dan makmur, satu
masyarakat yang sosialis Indonesia. Tapi pandu-pandu kita kebanyakan dari
pandu-pandu kita ini dididik ya biasalah ......... touwkaapen, bisa mengikat
tali, bisa berkemah, bisa menjadi – kata oang Belanda – Woudlopers ........ ho
bisa menyusur jalan hutan ............... O, kalau hal woudloper, kita ini
sebelum ada kepanduan kita ini memang dari dahulu sudah woudloper
saudara-saudara.
Woudloper artinya ini
saya ahli berjalan di hutan-hutan. Sebaliknya aku bisa memberitahu kepada
Saudara-saudara kekagumanku kalau aku melihat perikehidupan organisasi pemuda
di luar negeri.
Saya bukan orang komunis,
tetapi saya sering mendatangi negara-negara yang dinamakan negara-negara komunis,
.......... kagum kalau saya melihat.
Pernah saya datang
misalnya di dalam rumah pemuda-pemudi di Svetlotsk, atau di Sjanghai atau di
paling akhir ini di Sofia ........... kagum-kagum. Saya melihat pemuda-pemudi
yang berumur 12-13 tahun berkerumun, sedang apa .................... mereka itu
membikin maquette daripada satu hydro-electric plant. Hydro-electric plant
yaitu ........... hydro itu air, electric listrik, plant itu
pabrik............. pabrik listrik yang dijalankan oleh tenaga air. Mereka membikin
maquette, mereka mengetahui bahwa agar supaya kita nanti .......... agar supaya
bisa membangun listrik. Air sungai ini dibendung ................. dan
............. lantas mereka membikin bendungan ............. airnya. Dari
bendungan itu ada pipa ke bawah yang harus perbedaan anatara muka air atas dan
muka air yang bawah itu sekian. Di sana ada kincir, kincir itu berjalan karena
tenaga air. Jadi pokok-pokok dari pada hydro electric plant anak-anak yang umu
12 tahun ini mengerti, bukan saj amengerti malahan mereke menyuelenggarakan
membikin hydro electric plant kecil-kecilan. Saya melihat itu kincirnya itu di
bawah berjalan, Sang Pandu yang umur 12 tahun itu menerangkan nah ini
............. kincir ini lantas membangunkan tenaga listrik.
Saya pernah datang di
dalam satu zaal yang sekian besarnya oh ............. itu jalan kereta api ada
stasiunnya ada weselnya ada lokomotifnya ada ininya ada itunya, mereke mengerti
hal kekerata-apian, mengerti hal rahasia uap, mengerti hal rahasia listrik.
Pandu kita apa
paling-paling pandai .......... yell, yell, yell. Pandu-pandu paling-paling
pandai menjadi woudloper kataku tadi, orang hutang.
Dan kare itu aku berkata
: Oleh karena Kepanduan Indonesia ini di dalam lima belas tahun ini tidak
memenuhi kebutuhan cita-cita rakyat, tidak memenuhi apa yang menjadi
penderitaan rakyat, mak aitu hasilnya lim abelas tahun bekerja, hanya hampir
setengah juta Pandu kita.
Saya sendiri
Saudara-saudara melihat orang tua minta anaknya keluar dari Kepanduan, karena
ia tidak puas. Pandu-pandu sendiri sudah masuk minta keluar lagi, karena tidak
puas. Terjadi pula dengan anakku sendiri ........... Anakku sendiri dahulu saya
suruh masuk kepanduan, yang mereka giat di Kepanduan 6 bulan, kemudian keluar.
Kena apa :? ............. Pak, apa itu kepanduan itu, nggak bisa tau belajar
apa-apa.
Nah, maka oleh karena itu
aku sekarang ini Saudara-saudara sebagai Mandataris MPRS, yang harus
menyelenggarakan segala sesuatu agar supaya progaram yang disusun oleh MPRS
bisa berjalan, agar supaya Amanat Penderitaan Rakyat bisa bejalan, perlu
mengambil tindakan-tindakan untuk memperbaiki hal yang “wrong” di dalam alam
kepanduan itu. Ternyata 60 organisasi itu tidak benar, artinya masak kita satu
bangsa menghadapi Amanat Penderitaan Rakyat mempunya 60 jumlah organisasi
kepanduan. Ini harus diretool. Harus diretool, dijadikan satu organisasi saja
dan didalam satu organisasi ini maka diberi isi yang lain daripada yang dahulu.
Bukan sekedar touwknopen, bisa apa itu bahasa Indonesianya – mbundelken tali
dan melepaskan tali lagi, bukan sekedar bisa yell bukan sekedar saja bisa
woudloper tidak .......... Saya menghendaki agar supaya semua pemuda-pemudi
Indonseia ini dididik agar supaya nanti bisa menjadi kader daripada pembangunan
baik pembangunan politik maupun pembangunan sosial-ekonomis, yaitu pembangunan
pelaksanaan daripada Amanat Penderitaan Rakyat.
Enap puluh – ganti, robah
menjadi satu. Dan saya sudah mengadakan pembicaraan yang mendalam sekali dengan
Pandu Agung Sri Sultan Hamengku Buwono, dengan Dr. Azis Salahir Brigadir
Jenderal kita yang sangat sekali banyak bergerak di dalam alam kepanduan, dan
malah saya telah minta Bapak dua orang ini agar supaya memberitahukan idee
pemersatuan itu kepada seluruh dunia kepanduan.
Enam puluh organisasi
kepanduan hendaknya dirobah menjadi satu organisasi saja. Satu organisasi
berdasarkan atas Pancasila. Satu organisasi yang berdasarkan atas silanya
seluruh Negara Republik Indonesia, seluruh rakyat Indonesia, seluruh bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila.
Pucuk pimpinanannya satu.
Saya sendiri akan menjadi Pemimpin Tertinggi daripada kepanduan yang satu ini,
dengan saya minta dibantu oleh Pandu Agung Sri Sulta Hamengku Buwono. Satu
organisasi dengan pucuk pimpinan satu, yaitu saya dengan Pandu Agung Sri Sultan
Hamengku Buwono, berdasarkan atas Pancasila, bertujuan membangun membentuk
kader yang cakap, kader yang bersemangat, kader yang mengerti daripada
penyelenggaraan Amanat Penderitaan Rakyat.
Satu organisasi ini sudah
nyata saudara-saudara, perlunya. Supaya benar-benar kita bisa memberi pimpinan
kerahan tanaga yang sebaik-baiknya.
Dalam lima belas tahun
ini Saudara-saudara, kita telah mengalami pengalaman-pengalaman pahit. Antara
pengalaman-pengalaman yang pahit-pahit itu ialah bahwa sistem federasi ternyata
tidak tepat. Sistim federasi terutama sekali di dalam alam revolusi kita
skarang ini yang makin lama makin membumbung. Kita di mana-mana saudara bekerja
untuk memusatkan segenap tenaga. Di dalam alam kepanduan pun, segenap tenaga
itu harus dipusatkan. Kita harus meninggalkan sistim federasi.
Saya berharap agar supaya
kepanduan-kepanduan ini organisas-organisasinya meleburkan diri dan oleh karena
tadi saya sudah berkata, “Satu”, maka saya sebagai Presiden, Panglima
Tertinggi, Peperti, Mandataris daripada MPRS, bahkan yang oleh MPRS dinamakan
Pemiminpin Besar Revolus,akan melarang, sesuatu kepanduan di luar daripada
yang satu ini.
Nanti jikalau sudah
dilebur kepanduan-kepanduan ini hanya ada satu; di luar yang satu ini tidak
boleh, dilarang.
Yang terang-terangan
pandu di larang, di luar satu itu, yang gecamoufleerd – pura-pura – Pandu bukan
Pandu tetapi sebetulnya gerakan yang sedemikian, pun akan saya larang. Ini
camkan saudara-saudara. Tidak boleh ada sesuatu organisasi Pandu di luar yang
satu ini, tidak boleh ada sesuatu organisasi – ya nanti barang kali namanya
dikatakan organisasi pemuda, yang sebenarnya camouflage daripada kepanduan di
luar ini.
Hanya satu ini
Saudara-saudara : Berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk membentuk warga negara
bagi penyelenggaraan Amanat Penderitaan Rakyat. Namanya pun satu. Oleh karena
organisas-organisasi satu namanyapun satu. Dan nam aini haru sesuai dengan
kepribadian Indonesia.
Tadi sudah saya katakan,
kita ini berdiri di atas USDEK, Kepribadian Indonesia. Namanyapun harus satu
nama yang sesuai dengan kepribadian Indonesia. Dan saya kira nama itu nama
PRAMUKA adalah baik. Jadi, hanya ada satu organisasi PRAMUKA.
Saya sebagai tadi saya
katakan, telah meminta kepada Sri Sultan Hamengku Buwono dan Brigadir Jendeal
Azia Saleh, untujk memberikan tahu konsepsi ini kepada seluruh kepanduan
Indonesia dan baik Sri Sultan Hamengku Buwono maupun Brig.Jend. Azis
Saleh teleh memberi kabar kepada saya, kabar yang amat menggembirakan bahwa
pada prinsipnya semua organisasi kepanduan di Indonesia yang 60 buah in setuju.
Setuju untuk meleburkan diri dalam satu organisasi kepanduan yang bernama
PRAMUKA.
Maka sekarang ini
Saudara-saudara karena menurut Sri Sultan dan Bigjen Azis Saleh sudah nyata
bahwa pada prinsipnya sudah seluruh kepanduan, organisasi kepanduan telah
setuju kepada peleburan ini, maka sekarang saya jadikan cita-cita konsepsi ini
satu perintah.
Saya sebagai Presidan,
sebagai Panglima Tertinggi, sebagai Mandataris, sebagai Peperti, sebagai
Pemimpin Besar Revolusi, sebagai yang diberikan titel ini kepada saya oleh
MPRS, memerintahkan sekarang kepada seluruh kepanduan Indonesia, untuk
meleburkan diri di dalam satu organisasi yang bernama PRAMUKA. Dengan saya
sendiri sebagai PANDU TERTINGGI atau PRAMUKA TERTINGGI, dengan dibantu oleh Sri
Sulta Hamengku Buwono.
Untuk menyelenggarakan
perintah ini, saya membentuk satu panitia penyelenggaraan. Terdiri dari 4
orang. Panitia penyelenggara itu ialah terdiri dari Sri Sultan Hamengku Buwono,
Menteri PP dan K Dr. Prijono, Menteri Brigadir Jenderal Dr. Azis Saleh, Mengeri
Achmadi.
Kepada 4 orang ini saya
percayakan sekarang penyelenggaraan daripada perintah saya ini.
Saya ulangi, Sri Sultan
Hamengku Buwono, Menteri PP dan K, Menteri Brigadir Jenderal Azis Saleh,
Menteri Achmadi.
Empat orang, menyelenggarakan
agar supay adalam aktu yang singkat semua organisasi kepanduan meleburkan diri
dalam gerakan PRAMUKA, berdasarkan Pancasila, bertujuan membentuk kader
penyelenggaraan Amanat Penderitaan Rakyat.
Saya harap agar supaya
nanti pada tanggal 17 Agustus 1961 sudah tampak hei .................
pemuda-pemudi PRAMUKA ini berbaris dengan sigap. Bukan saja di Jakarta, tetapi
di seluruh tempat-tempat yang penting di Indonesia. Sehingga seluruh
rakyatpun melihat bahwa kita sekarang ini dalam penyelenggaraan
daripada – apa yang diamanatkan oleh rakyat Indonesia itu, di dalam
penderitaannya yang berpuluh-puluh tahun. Inilah amanatku kepada
saudara-saudara sekalian.
Sekarang Saudara-saudara
sekalian, sesudah amanat dan perintah saya ini, berpalinglah kepada Sri Sultan Hemengku
Buwono, Menteri PPPK, Menteri Azis Saleh, Menteri Achmadi.
Diselenggarkan perintah
ini dan saya tadi harapkan tanggal 17 Agustus sudah tampak PRAMUKA berjalan.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar